Cerita horor lebih seram daripada KKN Penari


MOJOK.CO – Kisah horor KKN di Desa Penari mungkin dianggap sudah begitu seram. Padahal tanpa perlu urusan dengan makhluk halus, cerita KKN kadang sudah seram banget.
Cerita KKN memang akrab dengan kisah-kisah seram. Tak perlu melulu cerita horor gaib betulan kayak kisah “KKN di Desa Penari” yang lagi viral itu. Ada banyak hal-hal yang cukup seram sebenarnya tanpa melibatkan unsur-unsur makhluk halus.
Dalam beberapa hal, kisah seram seperti KKN di Desa Penari itu sebenarnya tidak lebih menakutkan ketimbang kamu tiba-tiba ditodong untuk membantu proyek pembangunan gapura desa atau ngaspal jalan.
Masih mending kalau cuma dimintai tolong untuk bikin proposal mencari donatur, lha kalau nggak dapat donatur lalu jatuhnya kamu malah jadi harus patungan dengan teman sesama KKN buat nyumbang dana kan ya remook to?
Selain itu masih ada banyak kejadian seram lain. Saking seremnya, bahkan sampai menyangkut langsung ke kampus si mahasiswa yang lagi KKN tersebut. Kejadian seperti ini benar-benar dialami teman saya. Sebut saja namanya Iswara, mahasiswa jurusan seni rupa di salah satu kampus negeri di Yogyakarta.
Kebetulan Iswara KKN di sebuah daerah terpencil yang memang banyak gentho-nya (baca: preman). Karena salah salah satu indikator program mahasiswa yang sedang KKN adalah berusaha membaur dengan warga sekitar, maka Iswara menawarkan jasa bikin tato gratis di posko KKN. Tujuannya jelas, biar bisa akrab dengan gentho-genthokampung.
Tak disangka, peminat program tato gratis (yang tentu saja tidak masuk di laporan KKN) ini banyak banget. Saking banyaknya, Iswara jadi kebanjiran orderan. Meski begitu, Iswara tidak masalah sama sekali. Toh, dia juga suka nggambar. Dan jadi punya banyak kenalan gentho-gentho kampung. Ya kan juga lumayan untuk bekingan.
Masalahnya, permintaan tato gentho-gentho kampung ini makin lama makin aneh dan makin rumit. Bahkan di beberapa gambar tato ada yang sangat detail sehingga memerlukan waktu berhari-hari. Mana yang antre banyak lagi. Akhirnya, agar semua “merasa” kebagian ditato, Iswara berinisiatif mencicil tato permintaan gentho-gentho kampung ini.
Saking banyaknya yang antre dan saking banyaknya yang ingin tato, Iswara sampai kewalahan. Sampai akhirnya ketika program KKN di desa tersebut sudah selesai jadwalnya, ada beberapa gentho yang tatonya belum selesai digambar.
Saya jadi membayangkan, bagaimana perasaan para gentho kampung ini ketika tahu Iswara si mahasiswa jurusan seni rupa ini kabur begitu saja dari desanya, padahal gambar di tubuhnya belum selesai.
Awalnya, Iswara mengira itu bukan masalah besar. Apalagi tato bikinannya juga nggak bisa dibilang sebagai tato yang bagus. Masalahnya, suatu hari kampusnya mendadak didatangi oleh gerombolan gentho kampung. Kampus geger. Dipikir mau ada tawuran atau kerusuhan besar karena tiba-tiba kampus disusupi preman-preman berwajah sangar.
Setelah diselidiki oleh pihak kampus, ternyata gerombolan preman yang masuk kampus ini cuma mau nagih urusan penyelesaian gambar tato yang dibikin Iswara di tubuh mereka.
“Enak aja, badan saya udah ditato belum selesai kok main kabur-kabur aja. Ini gambar naga baru garisnya doang. Dikira cacing kremi gimana?”
Konon, gara-gara kejadian ini, pihak kampus negeri ternama di Yogyakarta ini akhirnya memutuskan untuk tidak melanjutkan program KKN sampai sekarang. Hadeh. Bukannya Kuliah Kerja Nyata, malah cari perkara. Ya jelas seram kalau tiba-tiba kampusmu digeruduk satu batalion preman kampung. Nggak kalah seram lah sama cerita horor KKN di Desa Penari.
Tapi bukan cuma itu saja kisah seram dari KKN di kampus tersebut. Ada satu lagi. Dan ini dialami oleh salah satu mahasiswa Prodi Seni Media Rekam Jurusan Televisi, sebut saja namanya Doni.
Yah, seperti yang kita tahu bersama, program-program KKN selalu disesuaikan dengan jurusan si mahasiswa. Hanya saja kadang nama jurusan dengan harapan warga masyarakat di tempat KKN sering salah kaprah.
Baru minggu pertama Doni KKN, tiba-tiba dia sudah didatangi oleh seorang warga yang ingin meminta bantuan. Tentu saja Doni merasa bangga. Baru saja satu minggu, kemampuannya sudah diakui oleh warga sekitar.
Mungkin dalam bayangan Doni, ada warga yang ingin meminta bantuan untuk berbagi ilmu merekam aktivitas warga desa agar menarik. Kan lumayan kalau dibikinkan video soal promosi desa tersebut sebagai desa wisata.
Sampai kemudian terjadi dialog goblok dan lebih seram dari cerita KKN di Desa Penari ini.
“Ada apa ya, Pak?” tanya Doni senyam-senyum.
“Begini, Mas. Kami ada masalah besar ini. Dan cuma sama sampeyan saja masalah ini bisa diselesaikan di kampung kami,” kata si bapak.
Semakin berbunga-bunga lah dada Doni. Merasa kemampuannya tiada banding, tiada tanding.
“Iya, Pak. Apa yang bisa saya bantu?” tanya Doni lagi percaya diri.
Tiba-tiba si bapak ini keluar dari ruang tamu. Lalu dari teras mengusung satu televisi tabung segede gaban dan menaruhnya begitu saja di hadapan Doni.
“Ini, Mas. Tipi saya rusak. Kalau dibawa ke kota untuk diperbaiki kan jauh sekali. Bawanya juga susah. Lha ini kan mumpung sampeyan dari jurusan televisi jadi saya minta tolong ini diservis ya, Mas?”
……
“Ta, tapipaaaak.”




MOJOK.CO – Dunia Guendouzi, ketika Arsenal sedang melakukan “tindakan operasi besar”, mengganti tulang punggung yang keropos dengan yang lebih sehat dan kuat.
Menjelang North London Derby melawan sebuah tim hotel kelas melati di Minggu (1/9) nanti, Arsenal masih sibuk membentuk ulang “tulang punggung” mereka. Sungguh kegiatan yang lebih berfaedah ketimbang menghabiskan banyak waktu untuk mengurusi pertandingan melawan tim kelas tiga di London nanti.
Sejak dua hari yang lalu, Arsenal sedang berusaha menyelesaikan usaha meminjamkan Mohamed Elneny ke Besiktas. Pemain asal Mesir ini akan dipinjamkan selama satu musim. Tidak ada biaya peminjaman yang akan diterima Arsenal, tetapi seluruh gaji Elneny akan ditanggung Besiktas. Yang menarik adalah ketika ada klausul pembelian permanen di harga 18 juta paun.
Jika klausul ini memang betulan ada, sudah selayaknya Arsenal membikinkan patung untuk Raul Sanllehi yang saat ini menjabat Direktur Olahraga. Berkat kelihaiannya di meja perundingan, Arsenal sukses mendatangkan pemain-pemain yang memang dibutuhkan dengan harga yang masuk akal.
Bukan membeli, tetapi aktivitas menjual pemain justru lebih merepotkan. Misalnya yang terjadi kepada Shkodran Mustafi dan Elneny. Nama pertama sudah hampir pergi dengan harga yang sangat bagus. Namun, selama ini hanya sebatas “hampir” karena Mustafi enggan meninggalkan The Gunners. Bandel betul memang.
Baik Mustafi maupun Elneny adalah dua pemain dengan level performa yang sudah lagi masuk standar Arsenal. Sebetulnya, Elneny bukan pemain jelek, tetapi juga tidak bagus. Elneny terlalu semenjana. Tidak ada nilai tambah yang ia tawarkan. Nilai tambah yang dimiliki masing-masing gelandang sentral Arsenal lainnya. Elneny sudah tidak mungkin lagi menggeser Matteo Guendouzi dan Joe Willock dari tim utama.
Nah, melepas pemain seperti ini bukan perkara sederhana, apalagi jika ingin dapat pemasukan yang bagus. penurunan performa membuat nilai jual pemain akan berada di bawah market value. Maksudnya, jikamarket value si pemain senilai 10 juta paun, ketika performanya semakin jelek, maka nilai jual akan jatuh di kisaran 5 juta paun saja.
Namun, entah sihir apa yang digunakan Raul Sanllehi, Arsenal bisa memasukkan klausul penjualan secara permanen hingga 18 juta paun kepada Elneny. Pada musim 2015/2016, Elneny dibeli Arsenal dengan nilai transfer total 10 juta paun saja! Bisa menciptakan potensi pemasukan hingga 8 juta paun ini prestasi yang perlu diapresiasi.
Kerja cerdas Sanllehi ini senada dengan ucapan Granit Xhaka ketika wawancara dengan Mirror. Xhaka bilang kalau ingin mengejar Liverpool, maka The Gunners harus bersabar selama paling tidak empat tahun. Liverpool dalam dua musim terakhir menjadi tim yang sangat solid karena para pemainnya sudah bermain dalam waktu yang lama dengan ide pelatih yang jelas.
Makna implisit apa yang bisa kamu tarik dari pernyataan Xhaka?
Begini, Liverpool butuh waktu panjang untuk membangun sebuah skuat yang solid. Kata kuncinya adalah “membangun”. Artinya, ada tambal sulam, ada jual dan beli pemain untuk menaikkan level tim. Menjual mereka yang akan menahan perkembangan dan membeli mereka yang akan menaikkan level tim.
Xhaka memberikan tenggat waktu empat tahun bagi Arsenal untuk bisa kembali bersaing mengejar gelar juara Liga Inggris. Saya rasa ini tenggat waktu yang masuk akal. Toh Arsenal perlu masih harus melepas beberapa pemain untuk menggantinya dengan yang lebih bagus.
Kalau bicara tenggat waktu, tentunya ada sebuah kemungkinan tim ini sudah menyelesaikan tugas sebelum waktu yang diberikan habis. Dan, yang namanya “membangun” tentu butuh waktu. Bahkan Bandung Bondowoso yang bisa membangun candi dalam satu malam saja tetap gagal pada akhirnya. Gagal memiliki karena kecenderungan kita falling in love with people we can’t have.
Namun Arsenal jatuh cinta kepada orang yang tepat. Salah satunya dalam wujud Guendouzi. Pemain berusia 20 tahun yang sukses membantu kita move on dari Elneny dalam waktu sekejap saja.
Bergabung di usia 19 dan datang dari sebuah tim kecil di divisi tiga Liga Perancis, Guendouzi bisa menujukkan kedewasaannya. Dia seperti pemain veteran yang sudah merasakan pahit manis sebuah tim utama.
Adaptasi yang cepat dengan perubahan sistem menandakan level kecerdasan yang tinggi. Banyak bermain sebagai gelandang bertahan atau kamu bisa menyebutnya sebagai pemain #6, Guendouzi memberikan keseimbangan dan menjadi jembatan dari kiper kepada gelandang ketika build-up fase pertama.
Ketika bergerak ke tengah sebagai gelandang sentral, atau pemain #8, dia sangat cerdik mencari posisi yang enak untuk mempertahankan penguasaan bola. Olah bola untuk pemain berusia 20 tahun sangat meyakinkan. Teknik umpannya termasuk kelas satu untuk pemain yang belum sepenuhnya mekar.
Salah satu kelebihan Guendouzi adalah jeli melepas umpan vertikal menuju ruang sempit. Akurasi yang terjaga, dengan kecepatan yang pas, memudahkan rekannya untuk mengontrol bola. Ditunjang mata yang awas, seleksi umpan mantan pemain FC Lorient tersebut menjadi lebih bervariasi, aman, dan akurat.
Dibekali dengan stamina yang mumpuni, Guendouzi bisa diandalkan untuk mengawasi ruang yang luas di antara gelandang dan bek. Ruang berbahaya inilah yang gagal untuk dikendalikan Arsenal selama masa kepemipinan rezim yang lama.
Kehadiran Guendouzi seperti menandakan kedatangan generasi baru Arsenal. Bersama rombongan pemain muda lainnya seperti Willock, Reiss Nelson, dan Gabriel Martinelli, The Gunners sedang melakukan “tindakan operasi besar”. Mereka sedang mengeluarkan “tulang punggung” lawas, yang sudah keropos, dan menggantikannya dengan yang baru.
Tulang punggung yang lebih sehat dan kuat. Terbuat dari bahan pilihan dan didesain dengan sangat presisi. Tindakan operasi besar ini harus dilakukan dengan ketelitian yang sempurna. Dilakukan dengan kesabaran tingkat dewa untuk memastikan tubuh Arsenal bisa menerima “tulang punggung” baru mereka.
Satu dekade ke depan, ketika tulang punggung itu sudah diterima oleh tubuh, Arsenal dan dunia sepak bola akan hidup dalam dunia Guendouzi. Dunia yang (diharapkan) dipenuhi oleh tempik sorak kebahagiaan merayakan kejayaan.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Masalah Baterai Tablet dan ciri2 rusak baterai

1 Ubin berapa meter...?